Tiga puluh dua tahun setelah filmAda Apa dengan Cinta? karya Rudi Soedjarwo diluncurkan dan berpengaruh terhadap bangkitnya perfilman Indonesia pasca-Orde Baru, Miles Films menggarap sebuah film dengan judulRangga & Cinta: Kelahiran Kembali Ada Apa dengan Cinta?yang disutradarai Riri Riza. Leya Princy dan El Putra Sarira berperan sebagai tokoh utama dalam film ini sebagai Rangga dan Cinta, mengikuti karakter Alya (Jasmine Nadya), Carmen (Daniella Tumiwa), Maura (Kyandra Sembel), serta Milly (Katyana Mawira).
Sebagai film musikal, sejak adegan awalnya sudah diisi oleh lagu “Ku Bahagia” karya Melly Goeslaw yang disertai tarian dengan berbagai gerakan koreografi di seluruh sekolah. Dari sini penonton dapat melihat bahwa latar waktu yang digunakan masih sama denganAda Apa dengan Cinta?
Kemudian muncul “Geng Cinta” yang memasuki sekolah dengan penampilan yang berbeda dibanding 23 tahun lalu, meskipun ciri-cirinya masih sama, khususnya untuk karakter Carmen. Demikian pula dengan Alya, yang memiliki ekspresi wajah dan nada bicaranya sama seperti di film.Ada Apa dengan Cinta?.
Ada ke segar an yang berusaha dibangunRiri Riza Dengan mengulang film yang dibuat 23 tahun yang lalu, membuatnya berkaitan dengan situasi sekarang. Misalnya, adegan Rangga dan Cinta berjalan bersama lalu berfoto di photobox yang sedang populer saat ini.
Sama halnya dengan kehadiran penjaga studio musik yang merupakan sepupu Rangga. Dulu, yang tampil adalah Anda Permana yang bernyanyi di kafe, kini giliran Gerald Situmorang dari Barasuara yang tampil sambil bermain gitar dan menjaga studio. Mengganti musisi yang sedang naik daun saat ini membantu film tetap sesuai dengan perkembangan zaman.
Drama Musikal Rangga & Cinta
Dari segi narasi cerita Rangga & Cinta, hampir tidak ada perubahan dariAda Apa dengan Cinta?. Alur cerita yang disusun memungkinkan penonton yang pernah menonton film tersebut 23 tahun yang lalu untuk menebaknya. Lalu, apa yang membuat penonton tetap duduk di kursi bioskop dan tidak keluar?
Rangga & Cintamenampilkan adegan-adegan musikal. Jika pada film sebelumnya musik hanya sebagai latar belakang, kini menjadi bagian dari alur cerita itu sendiri. “Geng Cinta” menyanyi dan menari langsung saat menghibur Alya yang sedang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Cinta menyanyikan lagu sendiri di kamarnya sambil memikirkan Rangga.
Setiap adegan musikal yang ditampilkan memperkuat emosi setiap tokoh, sekaligus memperkaya alur cerita. Misalnya ketika Carmen, Alya, Milly, dan Maura merasa bingung dengan sikap Cinta yang tiba-tiba menghilang tanpa pemberitahuan untuk bertemu Rangga, mereka menyanyi di lapangan basket.Melly Goeslawdan Anto Hoed menyusun lagu yang cocok dengan adegan dan perasaan setiap karakter.
Alya yang secara diam-diam mengetahui segala sesuatu mengenai Cinta dan Rangga, terus-menerus menyanyikan lirik “mungkin Cinta membutuhkan ruang dan waktu”. Sementara tiga temannya yang tidak tahu apa-apa meminta Cinta untuk menunjukkan sikap melalui lagunya. Dengan demikian, bahasa melalui sastra bukan lagi satu-satunya media dalam film, tetapi juga lagu yang dinyanyikan langsung. Namun keduanya tetap menjalani peran masing-masing tanpa terpisah. Terkadang sastra dan musik bersatu, seperti dalam adegan Rangga yang bermain piano dan menyanyi, kemudian Cinta membacakan puisi Rangga yang diiringi oleh piano tersebut.
Rangga dan Cinta, Hari Ini
Film ini memiliki potensi yang berbeda dibandingkan denganAda Apa dengan Cinta? di luar layar. Dampak film yang dibuat 23 tahun yang lalu mungkin berlangsung lama dan meninggalkan kesan mendalam dalam kehidupan penonton, bahkan sampai diangkat kembaliRangga & Cinta. Namun kehadiran Rangga & Cintabukan hanya tentang merawat jiwa remaja atau bermain-main dengan kenangan, tetapi mencoba menghubungkan dengan kondisi saat ini.
Banyak adegan dalam film yang berkaitan dengan isu yang sedang dibahas, seperti kesehatan mental. Upaya untuk tidak menampilkan adegan Alya mencoba bunuh diri di kamar mandi seperti yang terlihat dalamAda Apa dengan Cinta?langkah yang tepat dilakukan. Sebagai sutradara, Riri Riza wajib memastikan tidak mengganggu penonton.
Selain itu, sastra khususnya puisi juga menjadi wajah masyarakat dalam menyampaikan ekspresi. Masyarakat tidak hanya menulis puisi di media cetak, tetapi juga di platform media sosial seperti Instagram, X, TikTok, hingga Medium.
Kehadiran ayah Rangga, yang dianggap sebagai lawan pemerintah karena menulis tesis. Hari ini, ilmu pengetahuan dianggap berbahaya oleh penguasa dengan munculnya fenomena tulisan atau buku-buku yang digunakan sebagai alat untuk menangkap sejumlah aktivis di berbagai wilayah. Apa yang terjadi pada masa Orde Baru dan dua-tiga tahun setelah 1998 dalamAda Apa dengan Cinta?masih dirasakan hingga saat ini.
Hari ini, menonton Rangga & Cintabukan sekadar merayakan kebebasan berekspresi dan menyajikan berbagai bentuk film, tetapi justru mengingatkan hingga kapan kebebasan dalam bentuk sinema seperti ini akan terus berlangsung di Indonesia? Apakah waktunya sudah sangat dekat?